MANAJEMEN KELEMBAGAAN & PELATIHAN
FAKTOR
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KELEMBAGAAN
PETANI
Oleh :
Salahuddin 13103211051
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JABAL GHAFUR
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang faktor faktor yang mempengaruhi
kelembagaan petani ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai faktor faktor yang mempengaruhi
kelembagaan petani ini, Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Meureudu, Mei 2015
Penyusun
Salahuddin
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan pertanian yang tidak berwawasan agribisnis
akan menimbulkan paradoks dimana peningkatan produksi dan produktivitas tidak serta merta akan diikuti
dengan peningkatan
pendapatan karena jatuhnya harga yang
diterima petani (Zakaria, 2003). Lembaga petani
sebagai salah
satu lembaga yang berada dalan
setiap subsistem tersebut diawali dengan terjadinya kerjasama
antar petani yang sebenarnya sudah menjadi budaya. Setiap lembaga petani tersebut memiliki
tugas dan fungsinya (peran) masing-masing. Tetapi
dalam menjalankan
peran terhadap sistem
pertanian (agribisnis),lembaga petani memiliki
perbedaan tingkat
kemampuan atau
kinerja yang berbeda-beda. Berbagai penelitian
banyak dilakukan untuk
menggali faktor-faktor yang
mempengaruhi hal tersebut sebagai
dasar
penguatan kelembagaan petani.
Peran kelembagaan petani yang mendukung
keberlanjutan pertanian
diberikan kriteria (Nurmala dkk, 2012):
1. Subsistem Sarana
Perencanaan, pengelolaan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi yang memungkinkan
penerapan
suatu
teknologi usaha tani
dan
pemanfaatan SDA secara optimal
2. Subsistem Usahatani
Pembinaan
dan pengembangan
usaha tani dalam rangka peningkatan produksi
pertanian, baik usaha tani pertanian rakyat maupun
usaha tani besar
3. Subsistem Pengolahan
Pengolahan hasil secara sederhana di
tingkat petani dan penanganan pasca panen
komoditi
pertanian yang di hasilkan samapai pada tingkat
pengolahan lanjut
selama
bentuk , susunan dan citarasa komoditi tersebut tidak berubah
4. Subsistem Pemasaran
Pemasaran hasil usaha tani
yang
masih
segar atau hasil
olahannya mencakup kegiatan distribusi dan pemasaran di dalam negeri dan
ekspor
5. Subsistem Pelayanan atau Pendukung
(Departemen Pertanian, 2011 dan Zakaria,2003)
Jasa perbankan,
jasa angkutan, asuransi, penyimpanan dan
lain-lain
Untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dari produksi dalam
negeri nampaknya masih sangat sulit untuk direalisasikan karena
kompleksnya kendala dan masalah yang dihadapi dalam usaha tani untuk mencapai
peningkatan produksi.
Permasalahan-permasalahan dalam
pengembangan pertanian akhir-akhir ini disadari sebagi faktor yang menentukan
keberhasilan adopsi teknologi di tingkat petani. Diantara berbagai permasalahan
yang ada, kelembagaan merupakan salah satu faktor yang perlu dicermati untuk
mengetahui kelembagaan yang perlu mendapatkan prioritas berkaitan dengan upaya
meningkatkan usaha tani. Permasalahan umum yang dihadapi petani di lahan
pertanian cukup kompleks yang mengakibatkan rendahnya skala produksi dan mutu
hasil diperoleh petani.
PEMBAHASAN
2.1 Permasalahan
dalam Usaha Tani
Usahatani merupakan satu-satunya ujung
tombak pembangunan nasional yang mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan pembangunan
nasional bidang pertanian (agribisnis) masa mendatang merupakan sejauh mungkin
mengatasi masalah dan kendala yang sampai sejauh ini belum mampu diselesaikan
secara tuntas sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Satu hal yang
sangat kritis adalah bahwa meningkatnya produksi pertanian (agribisnis) atau
ourput selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan dan
kesejahteraan petani secara signifikan dalam usahataninya. Petani sebagai unit
agribisnis terkecil belum mampu meraih nilai tambah yang rasional sesuai skala
usahatani terpadu (integrated farming system). Oleh karena itu persoalan
membangun kelembagaan (institution) di bidang pertanian dalam pengertian yang
luas menjadi semakin penting, agar petani mampu melaksanakan kegiatan yang
tidak hanya menyangkut on farm bussiness saja, akan tetapi juga terkait erat
dengan aspek-aspek off farm agribussinessnya (Tjiptoherijanto, 1996).
Jika dilihat, walaupun telah
melampaui masa-masa kritis krisis ekonomi nasional, saat ini sedikitnya kita
masih melihat beberapa kondisi yang dihadapi dalam usahatani petani kita di
dalam mengembangkan kegiatan usaha produktifnya, yaitu :
Di Indonesia, masih sangat kecil
sekali Usaha tani, sehingga menyebabkan kurangnya efisien produksi. Hal-hal
yang harus ditempuh untuk mengatasi hal tersebut yaitu melalui pendekatan kerja
sama kelompok (Adiwilaga, 1982).
Kemampuan petani untuk membiayai
usahataninya sangat terbatas sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah
produktivitas potensial. Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan
tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka
dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi
biaya rendah (Low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain
itu, penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung
dari masyarakat kepada petani sebagai pembiaayan usaha tani memang sudah
sepantasnya terlaksana (Fadholi, 1981).
Perasaan ketidakmerataan dan
ketidakadilan akses pelayanan usahatani kepada penggerak usahatani (access to
services) sebagai akibat kurang diperhatikannya rangsangan bagi penggerak
usahatani tersebut dalam tumbuhnya lembaga-lembaga sosial (social capital).
Kurangnya rangsangan menyebabkan tidak adanya rasa percaya diri (self
reliances) pada petani pelaku usahatani akibat kondisi yang dihadapi.
Sebaiknya, untuk menghasilkan output seperti yang diharap, penggerak usahatani
seperti petani berhak mendapat pengetahuan atau rangsangan yang lebih terhadap
tumbuhnya lembaga-lembaga yang merupakan salah satu jalan usahatani dapat
berkembang dan berjalan dengan baik (Fadholi, 1981).
Pelayanan publik bagi adaptasi
transformasi dan informasi terutama untuk petani pada kenyataannya sering
menunjukkan suasana yang mencemaskan. Di satu pihak memang terdapat kenaikan
produksi, tetapi di lain pihak tidak dapat dihindarkan akan terjadinya pencemaran
lingkungan, yaitu terlemparnya tenaga kerja ke luar sektor pertanian yang tidak
tertampung dan tanpa keahlian dan ketrampilan lain. Dapat juga terjadi ledakan
hama tanaman karena terganggunya keseimbangan lingkungan dan sebagainya akibat
dari kurangnya informasi mengenai hal tersebut. Sedangkan untuk mengatasi
masalah transformasi dan informasi harga karena belum adanya kemitraan, maka
diusahakan pemecahannya melalui temu usaha atau kemitraan antara petani dengan
pengusaha yang bergerak di bidang pertanian serta penanganan pemasaran melalui
Sub Terminal Agribisnis (STA). Khusus untuk pembelian gabah petani sesuai harga
dasar setiap tahun dicairkan dana talangan kepada Lembaga Usaha Ekonomi
Pedesaan (LUEP) (Fadholi, 1981).
Peran penyuluh pertanian dalam
pembangunan masyarakat pertanian sangatlah diperlukan. Dalam arti bahwa peran
penyuluh pertanian tersebut bersifat ‘back to basic’, yaitu penyuluh pertanian
yang mempunyai peran sebagai konsultan pemandu, fasilitator dan mediator bagi
petani. Dalam perspektif jangka panjang para penyuluh pertanian tidak lagi
merupakan aparatur pemerintah, akan tetapi menjadi milik petani dan lembaganya.
Untuk itu maka secara gradual dibutuhkan pengembangan peran dan posisi penyuluh
pertanian yang antara lain mencakup diantaranya penyedia jasa pendidikan
(konsultan) termasuk di dalamnya konsultan agribisnis, mediator pedesaan,
pemberdaya dan pembela petani, petugas profesional dan mempunyai keahlian
spesifik (Fadholi, 1981).
Produktifitas tenaga kerja yang
relatif rendah (productive and remmunerative employment) merupakan akibat
keterbatasan teknologi, keterampilan untuk pengelolaan sumberdaya yang
effisien. Sebaiknya dalam pengembangan komoditas usahatani diperlukan perbaikan
dibidang teknologi. Seperti contoh teknologi budidaya, teknologi penyiapan
sarana produksi terutama pupuk dan obat-obatan serta pemacuan kegiatan
diversifikasi usaha yang tentunya didukung dengan ketersediaan modal (Fadholi,
1981).
Permasalahan sosial yang juga menjadi
masalah usahatani di Indonesia yaitu masalah-masalah pembangunan pertanian di
negara-negara yang sedang berkembang bukan semata-mata karena ketidaksiapan
petani menerima inovasi, tetapi disebabkan oleh ketidakmampuan perencana
program pembangunan pertanian menyesuaikan program-program itu dengan kondisi
dari petani-petani yang menjadi “klien” dari program-program
tersebut. Kemiskinan adalah suatu konsep yang sangat relatif, sehingga
kemiskinan sangat kontekstual. Agar bantuan menjadi lebih efektif untuk
memperkuat perekonomian petani-petani miskin, pertama-tama haruslah menemukan
di mana akar permasalahan itu terletak, disamping akar permasalahan itu sendiri
(Kasryno, 1984).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Keberhasilan Usahatani di glongkan menjadi dua, yaitu :
2.2.1.
Faktor internal (faktor-faktor pada
usahatani itu sendiri), yang terdiri dari :
Petani adalah setiap orang yang melakukan
usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang
pertanian dalam arti luas yang meliputi usaha tani pertanian, peternakan,
perikanan, dan pemungutan hasil laut. Petani tersebut bertanggung jawab tehadap
pengelolaan usahatani yang ia lakukan, apabila petani dapat melakukan
pengelolaan secara baik maka usahatani yang ia lakukan juga dapat berkembang
dengan baik, dan sebaliknya. Pengelolaan usahatani itu juga tergantung dari
tingkat pendidikan petani sendiri dan bagaimana cara ia memanfaatkan berbagai
faktor produksi yang ada untuk digunakan secara efektif dan efisien agar
mendapatkan keuntungan yang maksimal. Jadi disini petani berperan penting
sebagai pengambil keputusan dan kebijakan dari usahatani yang dilakukan.
Tanah sebagai harta produktif adalah
bagian organis rumah tangga tani. Luas lahan usahatani menentukan pendapatan,
taraf hidupnya, dan derajat kesejahteraan rumah tangga tani. Tanah berkaitan
erat dengan keberhasilan usaha tani dan teknologi modern yang dipergunakan.
Untuk mencapai keuntungan usaha tani, kualitas tanah harus ditingkatkan. Hal
ini dapat dicapai dengan cara pengelolaan yang hati-hati dan penggunaan metode
terbaik.
Pentingnya faktor produksi tanah,
bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi yang
lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah,
tegalan, dan sebagainya) dan topografi (tanah dataran pantai, rendah dan
dataran tinggi).
Tenaga kerja adalah energi yang di curahkan
dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk. Pembicaraan
mengenai tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam
persoalan tenaga kerja dalam usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian
rakyat) dan persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besar
yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya.
Dalam usahatani skala kecil sebagian
besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah
sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Anak-anak berumur 12 tahun
misalnya sudah dapat merupakan tenaga kerja yang produktif bagi usahatani.
Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan sumbangan keluarga
pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang.
Peran anggota keluarga tani dalam mengelola kegiatan usahatani bersama dapat
mengurangi biaya pengeluaran untuk membayar tenaga kerja sewa.
Berbeda dengan usahatani dalam skala
besar, tenaga kerja memegang peranan yang penting karena tenga kerja yang ada
memiliki skill/keahlian tertentu dan berpendidikan sehingga mampu
menjalankan usahatani yang ada dengan baik, tentu saja dengan seorang pengelola
(manager) yang juga memiliki keahlian dalam mengembangkan usahatani yang ada.
Seringkali dijumpai adanya pemilik
modal besar yang mampu mengusahakan usahataninya dengan baik tanpa adanya
bantuan kredit dari pihak lain. Golongan pemilik modal yang kuat ini sering
ditemukan pada petani besar, petani kaya dan petani cukupan, petani komersial
atau pada petani sejenisnya. Sebaliknya, tidak demikian halnya pada petani
kecil. Golongan petani yang diklasifikasikan sebagai petani yang tidak bermodal
kuat yaitu petani kecil, petani miskin, petani tidak cukupan dan petani tidak
komersial. Karena itulah mereka memerlukan kredit usahatani agar mereka mampu
mengelola usahataninya dengan baik.
Kredit usaha tani adalah kredit modal
kerja yang disalurkan melalui koperasi/KUD dan LSM, untuk membiayai usaha tani
dalam intensifikasi tanaman padi, palawija dan hortikultura. Kredit program ini
dirancang untuk membantu petani yang belum mampu membiayai sendiri usaha
taninya. Sistem penyaluran kredit ini dirancang sedemikian rupa agar dapat
diakses secara mudah oleh petani, tanpa agunan dan prosedur yang rumit.
Kemajuan dan pembangunan dalam bidang
apa pun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian
didorong oleh penemuan mesin-mesin dan cara-cara baru dalam bidang pertanian.
Demikian pula “Revolusi Hijau” mulai tahun 1969/1970 disebabkan oleh
penemuan teknologi baru dalam bibit
padi dan gandum yang lebih unggul dibanding bibit-bibit yang dikenal
sebelumnya.
Teknologi baru yang diterapkan dalam
bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas apakah ia
produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja. Dengan penggunaan teknologi yang
lebih maju dari sebelumnya maka usahatani yang dilakukan dapat lebih efektif
dan efisien, sehingga dapat memperoleh keuntungan maksimal dengan produktivitas
yang tinggi.
Dalam menganalisa peranan teknologi
baru dalam pembangunan pertanian kadang-kadang digunakan dua istilah lain yang
sebenarnya berbeda namun dapat dianggap sama dan sering dipertukarkan karena
keduanya menunjukkan pada soal yang sama yaitu perubahan teknik (technical
change) dan inovasi (innovation). Istilah perubahan teknik jelas
menunjukkan unsur perubahan suatu cara baik dalam produksi maupun dalam
distribusi barang-barang dan jasa-jasa yang menjurus ke arah perbaikan dan
peningkatan produktivitas. Inovasi berarti pula suatu penemuan baru yang
berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya. Inovasi selalu
bersifat baru.
Namun, teknologi juga dapat menjadi
kendala usahatani karena sulitnya penerimaan petani terhadap teknologi baru
dikarenakan ketidakpercayaannya pada teknologi tersebut, dan juga karena faktor
budaya dari petani itu sendiri yang enggan menerima teknologi maupun inovasi.
·
Komunikasi
Komunikasi merupakan faktor pertama dan utama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Komunikasi
sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi
kebijakan publik. Komunikasi yang baik dapat terjadi apabila aparat pelaksana kebijakan mengetahui
apa
yang akan dikerjakan. Pengetahuan dan pemahaman terhadap pekerjaan yang akan dilakukan dapat diperoleh melalui
komunikasi yang baik. Komunikasi
diperlukan
agar aparat pelaksana kebijakan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang dilaksanakan (Edwards III, 1984). Disamping
komunikasi yang terjadi di tingkat aparat pelaksana, komunikasi terjadi pula pada tingkat kelompok tani. Dari hasil pengamatan, ketua kelompok tani sebagai koordinator dan penanggungjawab
kelompok dituntut untuk mampu menyampaikan
aturan dan petunjuk teknis yang telah diterimanya dari petugas teknis, petugas medis dan satgas kepada seluruh anggota kelompoknya. Dalam hal ini terjadi
komunikasi dua arah yaitu komunikasi antara ketua kelompok tani dengan anggota kelompoknya dan sebaliknya. Apabila terjadi persoalan yang menyangkut masalah lainnya di dalam
kelompok tani, maka peran seorang ketua kelompok sangat menentukan.
2.2.2. Faktor
eksternal (faktor-faktor di luar usahatani), antara lain :
Sarana transportasi dalam usahatani
tentu saja sangat membantu dan mempengaruhi keberhasilan usahatani, misalnya
dalam proses pengangkutan saprodi dan alat-alat pertanian, begitu juga dengan
distribusi hasil pertanian ke wilayah-wilayah tujuan pemasaran hasil tersebut,
tanpa adanya transportasi maka proses pengangkutan dan distribusi akan
mengalami kesulitan.
Begitu pula dengan ketersediaan
sarana komunikasi, pentingnya interaksi sosial dan komunikasi baik antara
petani dan petani, petani dan kelembagaan, serta petani dan masyarakat
diantaranya dapat meningkatkan kualitas SDM petani, mengembangkan pola
kemitraan, mengembangkan kelompok tani melalui peningkatan kemampuan dari aspek
budidaya dan aspek agribisnis secaa keseluruhan, memperkuat dan melakukan pembinaan
terhadap seluruh komponen termasuk petani melalui peningkatan fasilitas, kerja
sama dengan swasta, pelayanan kredit dan pelatihan. Jika sarana komunikasi
dalam berusahatani kurang mencukupi maka perkembangan usahatani dan petani yang
menjalankan kurang maksimal karena ruang lingkup interaksi sosialnya sempit.
Harga hasil produksi usahatani
mempengaruhi keuntungan yang didapat, semakin tinggi hasil produksi dan semakin
mahal harganya maka keuntungan dari usahatani pun semakin tinggi pula, namun
harga saprodi juga mempengaruhi penerimaan hasil secara keseluruhan Karena
harga saprodi merupakan modal utama dalam berusahatani entah itu harga alat-alat
pertanian, bahan-bahan utama seperti benih, bibit, pupuk, dan obat-obatan dan
sebagainya. Maka perhitungan, analisis dan pengelolaan/pengalokasian dana yang
baik akan mempengaruhi hasil yang didapat dalam berushatani.
Kredit adalah modal pertanian yang
yang diperoleh dari pinjaman. Pentingnya peranan kredit disebabkan oleh
kenyataan bahwa secara relatif memang modal merupakan faktor produksi non-alami
(buatan manusia) yang persediannya masih sangat terbatas terutama di
negara-negara yang sedang berkembang. Lebih-lebih karena kemungkinan yang
sangat kecil untuk memperluas tanah pertanian.
Perlunya fasilitas kredit :
* Pemberian kredit usahatani dengan
bunga yang ringan perlu untuk memungkinkan petani melakukan inovasi-inovasi
dalam usahataninya.
* Kredit itu harus bersifat
kredit dinamis yang mendorong petani untuk menggunakan secara produktif dengan
bimbingan dan pengawasan yang teliti.
* Kredit yang diberikan selain
merupakan bantuan modal juga merupakan perangsang untuk menerima petunjuk-petunjuk
dan bersedia berpartisipasi dalam program peningkatan produksi
* Kredit pertanian yang
diberikan kepada petani tidak perlu hanya terbatas pada kredit usahatani yang
langsung diberikan bagi produksi pertanian tetapi harus pula mencakup kredit-kredit
untuk kebutuhan rumah tangga (kredit konsumsi).
Dengan adanya fasilitas kredit dari
pemerintah kepada para petani maka diharapkan usahatani dapat terus dilakukan
dan dikembangkan tanpa adanya kesulitan modal tapi dengan kredit bunga ringan.
Penyuluh memberikan jalan kepada
petani untuk mendapatkan kebutuhan informasi tentang cara bertani atau
teknologi baru untuk meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraannya.
Selain itu, penyuluh juga memberikan pendidikan dan bimbingan yang kontinyu
kepada petani.
Dalam proses peningkatan teknologi
dan penyebaran inovasi pada masyarakat, penyuluh berfungsi sebagai pemrakarsa
yang tugas utamanya membawa gagasan-gagasan baru. Beberapa peranan yang harus
dilakukan penyuluh agar proses peningkatan teknologi dan penyebaran inovasi
dapat berjalan efektif adalah :
a)
Menumbuhkan kebutuhan untuk berubah.
b)
Membangun hubungan untuk perubahan. Hubungan ini tentunya harus terbina
diantara sasaran perubahan (klien) dan penyuluh.
c)
Diagnosa dan penjelasan masalah yang dihadapi oleh klien. Gejala-gejala dari
masalah yang dihadapi haruslah diketahui dan dirumuskan menjadi maslah bersama
sasaran perubahan.
d) Mencari
alterntif pemecahan masalah. Selain itu tujuan dari perubahan harus juga
ditetapkan dan tekad untuk bertindak harus ditumbuhkan.
e)
Mengorganisasikan dan menggerakkan masyarakat ke arah perubahan.
f)
Perluasan dan pemantapan perubahan.
g)
Memutuskan hubungan antara klien dan penyuluh untuk perubahan itu. Hal itu
diperlukan untuk mencegah timbulnya sikap kertergantungan masyarakat pada
penyuluh
Penyuluh disini bersifat membantu
agar kebutuhan informasi yang berhubungan dengan pertanian dapat tesalurkan
dengan baik ke petani-petani, serta untuk meningkatkan teknologi dan inovasi
petani tradisional menjadi lebih modern.
Menurut Soekartawi (2002), untuk
mendukung keberhasilan pengembangan dan pembangunan petani, aspek yang akan
berperan adalah :
Bila uraian tersebut di atas
dikaji/ditelaah lebih mendalam, maka keberhasilan usahatani tidak terlepas dari
:
1. Syarat mutlak (syarat pokok
pembangunan pertanian), yang terdiri dari :
2. Faktor pelancar pembangunan
pertanian, yang terdiri dari :
2.3
Masalah dalam Usaha Tani dan Solusinya
1. Biaya modal usaha relatif
tinggi.
Modal usaha petani untuk tanaman
pangan diketahui relatif sangat terbatas. Keterbatasan modal tersebut
menyebabkan petani meminjam modal kepada rentenir, bank rontok (pelepas uang)
dan pengijon. Petani tidak mempunyai akses kepada lembaga keuangan baik lembaga
formal maupun non formal. Lembaga keuangan non formal pedesaan seperti koperasi
tani, koperasi simpan pinjam, dan sebagainya masih belum ada. Lembaga keuangan
formal yang memberikan skim kredit pertanian kepada petani juga belum ada.
Keadaan tersebut dengan terpaksa petani harus mengambil kredit kepada rentenir
dan pelepas uang untuk modal usahataninya meskipun dengan bunga yang
tinggi. Akibatnya biaya modal usaha relatif tinggi.
Salah satu solusi masalah tersebut
adalah membangun kelembagaan non formal dari kelompok yang sudah
ada dengan kesepakatan atau sebagai dasar untuk mengikat para petani
untuk andil dalam pengembangan modal usaha.
Secara umum petani tidak mempunyai
kemampuan untuk menentukan pilihan usahatani pangan yang menguntungkan. Hal
tersebut disebabkan karena ketersediaan informasi alternatif usahatani tanaman
pangan yang menguntungkan relatif terbatas. Keterbatasan tersebut disebabkan
oleh kemampuan petani, informasi inovasi dan perencanaan pola tanam pada
usahatani tanaman pangan yang lemah. Peluang pengembangan tanaman pangan dengan
memanfaatkan sumberdaya air hujan yang terbatas melalui penerapan pola tanam
belum dimanfaatkan petani. Akibatnya strategi ketahanan pangan rumahtangga
petani sangat lemah.
Solusi menghadapi permasalaha
tersebuut yaitu dengan membangun lembaga pendataan bisnis pertanian di pedesaan
sehingga dengan adanya lembaga ini dapat menyiapkan segala informasi yang
dibutuhkan oleh petani.
Kemampuan petani untuk mengakses
lembaga keuangan formal sangat terbatas. Hal ini disebabkan prosedur yang sulit
dan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki petani sehingga tidak ada jaminan
yang dapat digunakan sebagai agunan untuk meminjam uang di bank. Selain itu
kepercayaan bank kepada petani relatif rendah. Hal ini disebabkan adanya
sebagian petani yang menganggap apabila diberi pinjaman pemerintah maka
pinjaman tersebut dianggap sebagai pemberian yang tidak harus dikembalikan.
3.3.1 Faktor-Faktor Hambatan Ekonomi Petani
Di dunia
usaha pertanian mendapatkan setidaknya ada 2 permasalahan umum yang menjadi
faktor penghambat petani untuk berkembang dalam peningkatan kesejahteraan
mereka sehingga dibutuhkan kelembagaan diantaranya adalah:
1. Lemahnya
bantuan dalam permodalan
Masalah permodalan bagi petani di Indonesia sampai saat ini merupakan
masalah klasik yang sepertinya tak kunjung selesai. Atmosfir bisnis yang diciptikan
pemerintah dan perbankan tidak bersahabat dengan bisnis pertanian. Meski
berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan bantuan modal, namun
upaya itu tidak sepenuhnya dapat mengatasi kesulitan modal bagi petani. Di
sektor perbankan juga tidak memberikan kontribusi yang begitu berarti kepada
para petani kita.
Hal ini ditunjukkan dengan rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi dalam
pengajuan kredit, tingginya suku bunga, informasi yang masih sukar dijangkau,
panjangnya birokrasi, kurangnya penyuluhan dari pemerintah serta persyaratan
agunan yang dinilai memberatkan petani. Sehingga hal ini berdampak pada
lemahnya posisi tawar para petani dan pembangunan dibidang pertanian semakin
sulit untuk diwujudkan. Akibatnya para petani lebih memilih
untuk meminjam modal kepada pelepas uang yang tidak resmi karena pencairan dana
yang cepat seperti tengkulak. Disinilah para petani menjadi tertekan dan
semakin tidak “merdeka” karena petani akan didikte oleh para tengkulak.
2. Lemahnya
posisi tawar petani
Menurut Branson dan
Douglas (1983), lemahnya posisi tawar petani umumnya disebabkan petani kurang
mendapatkan/memiliki akses pasar, informasi pasar dan permodalan yang kurang
memadai. Permasalahan ini merupakan buntut dari permasalahan permodalan. Ketika
petani meminjam modal kepada oknum tengkulak maka petani tersebut akan
“diboikot” oleh tengkulak agar tidak memasarkan produknya ke pasar lain.
Akibatnya petani tidak leluasa untuk memasarkan produknya dan sangat tergantung
oleh tengkulak tersebut terlebih lagi harga produknya 100% ditentukan oleh
tengkulak tersebut.
Peningkatan
produktifitas bukan lagi menjadi jaminan kepada petani akan mendapatkan
keuntungan yang berlebih dengan didiktenyaoleh satu tengkulak. Akibatnya,
petani menjadi tidak bergairah lagi untuk berusaha tani dan lebih memilih untuk
menjadi buruh tani. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kekuatan kolektif pada
petani agar terciptanya keadilan pendapatan antara pelaku on-farm dengan
pelaku di hulu maupun di hilir.
Peningkatan kesejahteraan petani dengan adanya kesetaraan pendapatan antara
petani pengusahan di on-farm dengan para pelaku lain di hulu
maupun hilir dapat dilakukan apabila petani bersatu menghimpun kekuatan dan
tidak berjuang sendiri-sendiri. Penghimpunan kekuatan dilakukan melalui seuatu
kelembagaan yang dapat menyalurkan aspirasi-aspirasi mereka. Lembaga ini hanya
dapat berperan optimal apabila penumbuhan dan pengembangannya dikendalikan
sepenuhnya oleh petani sehingga petani harus menjadi subjek dalam proses
tersebut (Jamal, 2008).
Tujuan utama dari suatu kelembagaan di petani adalah
untuk meningkatkan posisi tawar petani dalam menghadapi persoalan ekonomi. Jika
diambil dari pokok permasalahan, permasalahan ekonomi pada petani secara garis
besar adalah persoalan permodalan dan permasalahan dalam pemasaran produk.
Persoalan ini sult diselesaikan karena mayoritas petani Indonesia adalah petani
kecil yang berpencar-pencar sehingga tidak memiliki kekuatan.
Saran :
mengingat kondisi petani dan
kelompok tani belum sesuai dengan harapan, maka dalam rangka pemberdayaan
kelompok petani, pemerintah harus mengembangkan metode-metode pembinaan,
gagasan-gagasan dan memberikan modal untuk kelompok usahatani , supaya
tercapainya landasan yang kuat bagi petani untuk berswadaya.
DAFTAR PUSTAKA
Fadholi,
Hermanto. 1981. Bahan Bacaan Pengantar Ekonomi Pertanian. Bogor
: Pendidikan Guru Kejuruan Pertanian Fakultas Politeknik Pertanian Bogor
Kasryno,
Faisal. 1984. Prospek Pengembangan Ekonomi Pedesaan Indonesia.Jakarta
: Yayaysan Obor Indonesia.
Soekartawi.
2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Raja
Grafindo Persada. Jakarta
Tjiptoherijanto,
Prijono, 1996. Sumber Daya Manusia dalam Pembangunan Nasional.
Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI
Yuswita,
Effy. Dkk. 2010. Modul 2 Kuliah Usahatani. Malang : Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Universitas Pertanian