Rabu, 30 Desember 2015

makalah tentang BUMG

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Badan usaha milik gampong (atau diakronimkan menjadi BUMG) merupakan usaha gampong yang dikelola oleh Pemerintah Gampong, dan berbadan hukum. Pemerintah Gampong dapat mendirikan Badan Usaha Milik Gampong sesuai dengan kebutuhan dan potensi Gampong. Pembentukan Badan Usaha Milik Gampong ditetapkan dengan Peraturan Gampong. Kepengurusan Badan Usaha Milik Gampong terdiri dari Pemerintah Gampong dan masyarakat desa setempat.
Permodalan Badan Usaha Milik Gampong dapat berasal dari Pemerintah Gampong, tabungan masyarakat, bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, pinjaman, atau penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan. Badan Usaha Milik Gampong dapat melakukan pinjaman, yang dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD.
Alokasi Dana Gampong adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk Gampong, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APB Desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, yang ditetapkan dengan Peraturan Desa

B.  Rumus Masalah
     1. Apa itu BUMG ? 



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Badan Usaha Milik Desa (BUMG) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan membangun kerekatan sosial masyarakat yang dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. Jadi BUMG adalah suatu lembaga usaha yang artinya memiliki fungsi untuk melakukan usaha dalam rangka mendapatkan suatu hasil seperti keuntungan atau laba. BUMG dibangun atas prakarsa (inisiasi) masyarakat, serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif, (user-owned, user-benefited, and user-controlled), transparansi, emansipatif, akuntable, dan sustainable dengan mekanisme member-base dan self-help. Dari semua itu yang terpenting adalah bahwa pengelolaan BUMG harus dilakukan secara profesional dan mandiri.
Diharapkan pembentukan BUMG berangkat dari partisipatif dan inisiatif masyarakat desa, karena yang mengetahui secara pasti dan detil tentang semua potensi desa dan sumber daya desa adalah masyarakat itu sendiri. Prinsip emansipatif pelru dikedepankan karena dalam hal ini perbedaan gender tidak boleh menjadi penghalangkemajuan desa. Bahkan potensi atau sumber daya yang dapat dikembangkan bisa berasal dari pihak wanita. Misalnya industri rumah tangga yang berbasis pada pembuatan makanan, alat rumah tangga ataupu kerajinan tangan yang memiliki nilai jual. Selain itu prinsip kebersamaan (member base) menjadi kekuatan tersendiri dalam membangun sistem kerekatan antar anggota masyarakat, terutama dalam menjalankan usaha bersama. Dengan berusaha secara bersama-sama diharapkan akan membangkitkan kemandirian dalam diri masyarakat, sehingga tidak megharapkan lagi jenis-jenis bantuan dari pemerintah baik yang bersifat hibah ataupun pinjaman. Badan Usaha Milik Desa merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution). BUMG sebagai lembaga sosial berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran sumberdaya lokal (barang dan jasa) ke pasar. Dalam menjalankan usahanya, prinsip efisiensi dan efektifitas harus selalu ditekankan. Badan Usaha Milik gampong sebagai badan hukum, dibentuk berdasarkan tata perundang-undangan yang berlaku, dan sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. Dengan demikian, bentuk BUMG dapat beragam di setiap desa. Ragam bentuk BUMG disesuaikan dengan karakteristik lokal, potensi, dan sumberdaya yang dimiliki masing-masing desa.
Dengan kata lain, pendirian BUMG bukan merupakan paket instruksional yang datang dari pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten. Jika yang berlaku demikian dikawatirkan BUMG akan berjalan tidak sebagaimana yang diamanatkan di dalam undang-undang. Tugas dan peran Pemerintah adalah melakukan sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat desa melalui pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten tentang arti penting BUMG bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui pemerintah desa masyarakat dimotivasi, disadarkan dan dipersiapkan untuk membangun kehidupannya sendiri. Pemerintah memfasilitasi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan dan pemenuhan lainnya yang dapat memperlancar pendirian BUMG.
Selanjutnya, mekanisme operasionalisasi BUMG diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat desa. Untuk itu, masyarakat desa perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat menerima gagasan baru tentang lembaga ekonomi yang memiliki dua fungsi yakni bersifat sosial dan komersial. Dengan tetap berpegang teguh pada karakteristik desa dan nilai-nilai yang hidup dan dihormati, maka persiapan yang dipandang paling tepat adalah berpusat pada sosialisasi, pendidikan, dan pelatihan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan standar hidup masyarakat desa (Pemerintah Desa, BPD, tokoh masyarakat/ketua suku, ketua-ketua kelembagaan di pedesaan). Melalui cara demikian diharapkan keberadaan BUMG mampu mendorong dinamisasi kehidupan ekonomi di pedesaan. Peran pemerintah desa adalah membangun relasi dengan masyarakat untuk mewujudkan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), sebagai bagian dari upaya pengembangan komunitas (development based community) desa yang lebih berdaya.
Dinyatakan di dalam undang-undang bahwa BUMG dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan dan potensi desa adalah:
a. Kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok.
b. Tersedia sumberdaya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan desa dan terdapat permintaan dipasar.
c. Tersedia sumberdaya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat.
d. Adanya unit-unit usaha yang merupakan kegiatan ekonomi.
e. Warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi.

Badan Usaha Milik gampong (BUMG) merupakan wahana untuk menjalankan usaha di desa. Usaha desa adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi desa seperti antara lain:
a. Usaha jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, dan usaha sejenis lainnya.
b. Penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi desa.
c. Perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan agrobisnis.
d. Industri dan kerajinan rakyat.






























BAB III
PEMBAHASAN

1. Keberadaan Badan Usaha Milik gampong
a. Pembentukan Badan Usaha Milik gampong
Pembentukan Badan Usaha Milik gampong ini sudah sesuai dengan dasar hukum. Didalam peraturan desa tersebut juga terdapat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga badan usaha milik desa. Selanjunya struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan.
b. Mekanisme Penyaluran dan Pemanfaatan dana dalam Badan Usaha Mlik gampong
Dalam Badan Usaha Milik gampong ini masih menerapkan bentuk kredit bersubsidi dengan sasaran tertentu. Pada awal berdiri-nya badan usaha milik gampong ini, BUMG mendapatkan dana hibah dari alokasi dana desa. Kemudian pemanfaatannya oleh BUMG diolah untuk di-jadikan modal usaha yang ada di BUMG.
c. Bentuk Usaha dan Pengembangannya
Usaha yang dijalankan oleh Badan Usaha Milik BUMG ini sebanyak tujuh bidang usaha yang diantaranya ialah
1) bidang pertanian,
2) bidang peternakan,
3) bidang simpan pinjam,
4) bidang pengelolaan sampah,
5) bidang jasa bazis,
6) bidang home industry,
7) bidang pasar.
Tapi pada saat ini yang masih berjalan hanyalah bidang simpan pinjam.
d. Permodalan
Dapat dikatakan bahwa modal usaha yang diiliki oleh bumdes di Landungari ini sangatlah minim,seperti yang ada pada mekanisme penyaluran dan pemanfaatan dana, di mana permodalan awal dari bumdes ini ialah berasal dari dana hibah, yang kemudian dijadikan modal awal.

2. Tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) ;
a.       Mendorong berkembangnya kegiatan pereknomian masyarakat
b.      Menikatkan pendapatan asli gampong
c.       Mengembangkan potensi perekonomian digampong untuk mendorong pengembangan dan kemampuan perekonomian masyarakat secara keseluruha
d.      Meningkatkan kreativitas dan peluang usaha ekonomi produktif (berwirausaha) anggota masyarakat yang berpenghasilan rendah
e.       Mendorong berkembangnya usaha mikro sektor informal untuk penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat

3. Fungsi BUMG adalah ;
a.       Meningkatkan pendapatan asli gampong (PAG) untuk kesejahteraan masyarakat dan pemerintah gampong
b.      Membantu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan dan penyelenggaraan kegiatan ekonomi gampong
c.       Membantu pemerintah gampong dalam upaya mengembangkan sumber-sumber potensi alam dan manusia untuk dikembangkan menjadi sumber-sumber ekonomi
d.      Menjadi media pemerintah gampong untuk mewujudkan rencana-renca pembangunan,khusus dibidang perkonnomian

4. Tugas BUMG adalah ;
a.       Merumuskan kegiatan usaha dan ekonomi gampong
b.      Mengali, Mengembangkan dan menata potensi-potensi perekonian baik secara internal maupun ekternal untuk kepentingan gampong
c.       Kepentingan gampong sebagaimana dimaksud dalam point b, meliputi kegiatan peningkatan perekonomian masyarakat miskin digampong, menambahkan pendapatan untuk kesejahteraan
d.      Membuat laporan persatu bulan, pertriwulan dan tahunan kepada pemerintah gampong

5. Wewenang BUMG adalah ;
a.       Membuat kebijakan usaha baik secara internal maupun ekternal
b.      Membuat rancangan usaha dibidang simpan pinjam, perdagangan, industri kecil, jasa dan lain-lain usaha yang dapat memberikan keuntungan kepada BUMG
c.       Membuka peluang kerjasama baik denagan induvidu, pihak ketiga, lembaga ekonomi, lembaga swadaya masyarakat, akademis dan pihak lainnya dalam bentuk unit-unit usaha, guna optimalisasi kegiatan peningkatan usaha dan laba dari usaha tersebut
d.      Memilih dan menentukan konsultan perencanaan usaha, pelaksanaan usaha dan akutansi
e.       Mengatur seluruh jalannya operasional manajemen BUMG secara profesiaonal dan akuntabel, independen dan mandiri dengan dilandasi azas keterbukaan dan azas demokrasi ekonomi dengan prinsip kehati-hatian




BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1.  Kesimpulan
a) Sumber-sumber dana untuk peningkatan pendapatan gampong yang diberikan oleh badan usaha milik gampong masih belum dapat dikatakan memenuhi dan tidak meningkatkan pendapatan desa.
b) Pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam badan usaha milik gampong ini tidak memenuhi, akan tetapi ada sebagian dari masyarakat memang merasa dibantu dengan adanya badan usaha milik gampong ini dengan adanya penyewaan kios pasar dan peminjaman modal. Akan tetapi dengan target sebagai lembaga untuk penguatan ekonomi desa, dalam hal kontribusi pemenuhan kebutuhan masyarakat, badan usaha milik gampong ini masih belum berhasil.
c) Pembangunan desa secara mandiri
Seharusnya dengan berdirinya badan usaha milik gampong ini, desa sudah dianggap menjadi desa yang mandiri. Seharusnya inilah yang menjadi motivasi tersendiri bagi desa. Akan tetapi yang terjadi dilapangan ialah bahwasanya badan usaha milik gampong ini juga masih belum berkontribusi penuh sebagai lembaga yang bergerak di bidang ekonomi.

3.2.  Saran
1. memberikan bantuan kepada masyarakat berupa pinjaman produktif yakni pinjaman yang digunakan untuk modal usaha untuk pengembangan usaha industri kecil.
2. memberikan pembinaan bagi masyarakat tentang pentingnya BUMG. Pembinaan yang dilakukan guna memberikan ide-ide baru bagi pengembangan usaha tersebut, seperti membantu dalam pemasaran dan penawaran kerja sama dengan pihak ketiga. Agar usaha tersebut berjalan lebih baik lagi kedepannya, dan terus berkembang agar perekonomian masyarakat sejahtera bisa terwujud.




DAFTAR PUSTAKA

BPM pidie jaya
Peraturan Desa Nomor 02 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Gampong. Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya.





AGRIBISNIS
UNIVERSITAS JABAL GHAFUR
2015


Kamis, 30 April 2015

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELEMBAGAAN PETANI

MANAJEMEN KELEMBAGAAN & PELATIHAN


FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KELEMBAGAAN PETANI









Oleh :


Salahuddin  13103211051









FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JABAL GHAFUR
2015



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang faktor faktor yang mempengaruhi kelembagaan petani ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
       Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai faktor faktor yang mempengaruhi kelembagaan petani ini, Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
       Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.







Meureudu, Mei 2015
Penyusun


Salahuddin





PENDAHULUAN


1.1       Latar Belakang
          Pembangunan pertanian yang tidak berwawasan agribisnis akan menimbulkan paradoks dimana peningkatan produksi dan produktivitas tidak serta merta akan diikuti dengan peningkatan pendapatan   karena   jatuhny harg yang diterima petani (Zakaria, 2003).   Lembaga  petani  sebagai  salah  satu  lembaga yang berada dalan setiap subsistem tersebut diawal denga terjadiny kerjasama   antar petani yang sebenarnya sudah menjadi budaya. Setiap lembaga petani tersebut memiliki tugas dan fungsinya (peran) masing-masing. Tetapi dalam menjalankan peran terhadap sistem pertanian (agribisnis),lembaga petani memiliki perbedaan  tingkat  kemampuaatau  kinerja yang berbeda-beda. Berbagai penelitian banyak dilakukan untuk menggali faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut sebagai dasar penguatan kelembagaan petani.
Peran kelembagaan petani yang mendukung keberlanjutan pertanian diberikan kriteria (Nurmala dkk, 2012):

1.  Subsistem Sarana
Perencanaan, pengelolaanpengadaan dan penyaluran sarana produksi yang memungkinkan penerapan suatu teknologi usaha tani dan pemanfaatan SDA secara optimal

2.  Subsistem Usahatani
Pembinaan dan pengembangan usaha tani dalam rangka     peningkatan produksi pertanian, baik usaha tani  pertanian rakyat maupun usaha tani besar

3.  Subsistem Pengolahan
Pengolahan hasil secara sederhana di tingkat petani dan penanganan pascpanen komoditi pertanian yang di hasilkan samapai pada tingkat pengolaha lanjut selama bentuk , susunan dan citarasa   komoditi tersebut tidak berubah

4.  Subsistem Pemasaran
Pemasaran  hasiusaha  tani  yang  masih segar atau hasil olahannya mencakup kegiatan distribusi dan pemasaran di dalam negeri dan ekspor

5.  Subsistem    Pelayanan    atau    Pendukung
(Departemen Pertanian, 2011 dan Zakaria,2003)
Jasa perbankan, jasa angkutan, asuransi, penyimpanan dan lain-lain
   
       Untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dari produksi dalam negeri nampaknya masih  sangat sulit untuk direalisasikan karena kompleksnya kendala dan masalah yang dihadapi dalam usaha tani untuk mencapai peningkatan produksi.
Permasalahan-permasalahan dalam pengembangan pertanian akhir-akhir ini disadari sebagi faktor yang menentukan keberhasilan adopsi teknologi di tingkat petani. Diantara berbagai permasalahan yang ada, kelembagaan merupakan salah satu faktor yang perlu dicermati untuk mengetahui kelembagaan yang perlu mendapatkan prioritas berkaitan dengan upaya meningkatkan usaha tani. Permasalahan umum yang dihadapi petani di lahan pertanian cukup kompleks yang mengakibatkan rendahnya skala produksi dan mutu hasil diperoleh petani.






PEMBAHASAN

2.1     Permasalahan dalam Usaha Tani
         Usahatani merupakan satu-satunya ujung tombak pembangunan nasional yang mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan pembangunan nasional bidang pertanian (agribisnis) masa mendatang merupakan sejauh mungkin mengatasi masalah dan kendala yang sampai sejauh ini belum mampu diselesaikan secara tuntas sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Satu hal yang sangat kritis adalah bahwa meningkatnya produksi pertanian (agribisnis) atau ourput selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani secara signifikan dalam usahataninya. Petani sebagai unit agribisnis terkecil belum mampu meraih nilai tambah yang rasional sesuai skala usahatani terpadu (integrated farming system). Oleh karena itu persoalan membangun kelembagaan (institution) di bidang pertanian dalam pengertian yang luas menjadi semakin penting, agar petani mampu melaksanakan kegiatan yang tidak hanya menyangkut on farm bussiness saja, akan tetapi juga terkait erat dengan aspek-aspek off farm agribussinessnya (Tjiptoherijanto, 1996).
Jika dilihat, walaupun telah melampaui masa-masa kritis krisis ekonomi nasional, saat ini sedikitnya kita masih melihat beberapa kondisi yang dihadapi dalam usahatani petani kita di dalam mengembangkan kegiatan usaha produktifnya, yaitu :
Di Indonesia, masih sangat kecil sekali Usaha tani, sehingga menyebabkan kurangnya efisien produksi. Hal-hal yang harus ditempuh untuk mengatasi hal tersebut yaitu melalui pendekatan kerja sama kelompok (Adiwilaga, 1982).
Kemampuan petani untuk membiayai usahataninya sangat terbatas sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya rendah (Low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung dari masyarakat kepada petani sebagai pembiaayan usaha tani memang sudah sepantasnya terlaksana (Fadholi, 1981).
Perasaan ketidakmerataan dan ketidakadilan akses pelayanan usahatani kepada penggerak usahatani (access to services) sebagai akibat kurang diperhatikannya rangsangan bagi penggerak usahatani tersebut dalam tumbuhnya lembaga-lembaga sosial (social capital). Kurangnya rangsangan menyebabkan tidak adanya rasa percaya diri (self reliances) pada petani pelaku usahatani akibat kondisi yang dihadapi. Sebaiknya, untuk menghasilkan output seperti yang diharap, penggerak usahatani seperti petani berhak mendapat pengetahuan atau rangsangan yang lebih terhadap tumbuhnya lembaga-lembaga yang merupakan salah satu jalan usahatani dapat berkembang dan berjalan dengan baik (Fadholi, 1981).
Pelayanan publik bagi adaptasi transformasi dan informasi terutama untuk petani pada kenyataannya sering menunjukkan suasana yang mencemaskan. Di satu pihak memang terdapat kenaikan produksi, tetapi di lain pihak tidak dapat dihindarkan akan terjadinya pencemaran lingkungan, yaitu terlemparnya tenaga kerja ke luar sektor pertanian yang tidak tertampung dan tanpa keahlian dan ketrampilan lain. Dapat juga terjadi ledakan hama tanaman karena terganggunya keseimbangan lingkungan dan sebagainya akibat dari kurangnya informasi mengenai hal tersebut. Sedangkan untuk mengatasi masalah transformasi dan informasi harga karena belum adanya kemitraan, maka diusahakan pemecahannya melalui temu usaha atau kemitraan antara petani dengan pengusaha yang bergerak di bidang pertanian serta penanganan pemasaran melalui Sub Terminal Agribisnis (STA). Khusus untuk pembelian gabah petani sesuai harga dasar setiap tahun dicairkan dana talangan kepada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) (Fadholi, 1981).
Peran penyuluh pertanian dalam pembangunan masyarakat pertanian sangatlah diperlukan. Dalam arti bahwa peran penyuluh pertanian tersebut bersifat ‘back to basic’, yaitu penyuluh pertanian yang mempunyai peran sebagai konsultan pemandu, fasilitator dan mediator bagi petani. Dalam perspektif jangka panjang para penyuluh pertanian tidak lagi merupakan aparatur pemerintah, akan tetapi menjadi milik petani dan lembaganya. Untuk itu maka secara gradual dibutuhkan pengembangan peran dan posisi penyuluh pertanian yang antara lain mencakup diantaranya penyedia jasa pendidikan (konsultan) termasuk di dalamnya konsultan agribisnis, mediator pedesaan, pemberdaya dan pembela petani, petugas profesional dan mempunyai keahlian spesifik (Fadholi, 1981).
Produktifitas tenaga kerja yang relatif rendah (productive and remmunerative employment) merupakan akibat keterbatasan teknologi, keterampilan untuk pengelolaan sumberdaya yang effisien. Sebaiknya dalam pengembangan komoditas usahatani diperlukan perbaikan dibidang teknologi. Seperti contoh teknologi budidaya, teknologi penyiapan sarana produksi terutama pupuk dan obat-obatan serta pemacuan kegiatan diversifikasi usaha yang tentunya didukung dengan ketersediaan modal (Fadholi, 1981).
Permasalahan sosial yang juga menjadi masalah usahatani di Indonesia yaitu masalah-masalah pembangunan pertanian di negara-negara yang sedang berkembang bukan semata-mata karena ketidaksiapan petani menerima inovasi, tetapi disebabkan oleh ketidakmampuan perencana program pembangunan pertanian menyesuaikan program-program itu dengan kondisi dari petani-petani yang menjadi “klien” dari program-program tersebut. Kemiskinan adalah suatu konsep yang sangat relatif, sehingga kemiskinan sangat kontekstual. Agar bantuan menjadi lebih efektif untuk memperkuat perekonomian petani-petani miskin, pertama-tama haruslah menemukan di mana akar permasalahan itu terletak, disamping akar permasalahan itu sendiri (Kasryno, 1984).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani di glongkan menjadi dua, yaitu :


2.2.1.     Faktor internal (faktor-faktor pada usahatani itu sendiri), yang terdiri dari :

Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usaha tani pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil laut. Petani tersebut bertanggung jawab tehadap pengelolaan usahatani yang ia lakukan, apabila petani dapat melakukan pengelolaan secara baik maka usahatani yang ia lakukan juga dapat berkembang dengan baik, dan sebaliknya. Pengelolaan usahatani itu juga tergantung dari tingkat pendidikan petani sendiri dan bagaimana cara ia memanfaatkan berbagai faktor produksi yang ada untuk digunakan secara efektif dan efisien agar mendapatkan keuntungan yang maksimal. Jadi disini petani berperan penting sebagai pengambil keputusan dan kebijakan dari usahatani yang dilakukan.
Tanah sebagai harta produktif adalah bagian organis rumah tangga tani. Luas lahan usahatani menentukan pendapatan, taraf hidupnya, dan derajat kesejahteraan rumah tangga tani. Tanah berkaitan erat dengan keberhasilan usaha tani dan teknologi modern yang dipergunakan. Untuk mencapai keuntungan usaha tani, kualitas tanah harus ditingkatkan. Hal ini dapat dicapai dengan cara pengelolaan yang hati-hati dan penggunaan metode terbaik.
Pentingnya faktor produksi tanah, bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi yang lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan sebagainya) dan topografi (tanah dataran pantai, rendah dan dataran tinggi).
Tenaga kerja adalah energi yang di curahkan dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk. Pembicaraan mengenai tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam persoalan tenaga kerja dalam usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besar yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya.
Dalam usahatani skala kecil sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Anak-anak berumur 12 tahun misalnya sudah dapat merupakan tenaga kerja yang produktif bagi usahatani. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang. Peran anggota keluarga tani dalam mengelola kegiatan usahatani bersama dapat mengurangi biaya pengeluaran untuk membayar tenaga kerja sewa.
Berbeda dengan usahatani dalam skala besar, tenaga kerja memegang peranan yang penting karena tenga kerja yang ada memiliki skill/keahlian tertentu dan berpendidikan sehingga mampu menjalankan usahatani yang ada dengan baik, tentu saja dengan seorang pengelola (manager) yang juga memiliki keahlian dalam mengembangkan usahatani yang ada.
Seringkali dijumpai adanya pemilik modal besar yang mampu mengusahakan usahataninya dengan baik tanpa adanya bantuan kredit dari pihak lain. Golongan pemilik modal yang kuat ini sering ditemukan pada petani besar, petani kaya dan petani cukupan, petani komersial atau pada petani sejenisnya. Sebaliknya, tidak demikian halnya pada petani kecil. Golongan petani yang diklasifikasikan sebagai petani yang tidak bermodal kuat yaitu petani kecil, petani miskin, petani tidak cukupan dan petani tidak komersial. Karena itulah mereka memerlukan kredit usahatani agar mereka mampu mengelola usahataninya dengan baik.
Kredit usaha tani adalah kredit modal kerja yang disalurkan melalui koperasi/KUD dan LSM, untuk membiayai usaha tani dalam intensifikasi tanaman padi, palawija dan hortikultura. Kredit program ini dirancang untuk membantu petani yang belum mampu membiayai sendiri usaha taninya. Sistem penyaluran kredit ini dirancang sedemikian rupa agar dapat diakses secara mudah oleh petani, tanpa agunan dan prosedur yang rumit.
Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apa pun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan mesin-mesin dan cara-cara baru dalam bidang pertanian. Demikian pula “Revolusi Hijau” mulai tahun 1969/1970 disebabkan oleh
penemuan teknologi baru dalam bibit padi dan gandum yang lebih unggul dibanding bibit-bibit yang dikenal sebelumnya.
Teknologi baru yang diterapkan dalam bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas apakah ia produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja. Dengan penggunaan teknologi yang lebih maju dari sebelumnya maka usahatani yang dilakukan dapat lebih efektif dan efisien, sehingga dapat memperoleh keuntungan maksimal dengan produktivitas yang tinggi.
Dalam menganalisa peranan teknologi baru dalam pembangunan pertanian kadang-kadang digunakan dua istilah lain yang sebenarnya berbeda namun dapat dianggap sama dan sering dipertukarkan karena keduanya menunjukkan pada soal yang sama yaitu perubahan teknik (technical change) dan inovasi (innovation). Istilah perubahan teknik jelas menunjukkan unsur perubahan suatu cara baik dalam produksi maupun dalam distribusi barang-barang dan jasa-jasa yang menjurus ke arah perbaikan dan peningkatan produktivitas. Inovasi berarti pula suatu penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya. Inovasi selalu bersifat baru.
Namun, teknologi juga dapat menjadi kendala usahatani karena sulitnya penerimaan petani terhadap teknologi baru dikarenakan ketidakpercayaannya pada teknologi tersebut, dan juga karena faktor budaya dari petani itu sendiri yang enggan menerima teknologi maupun inovasi.
·        
Komunikasi
Komunikasi merupakan faktor pertama dan utama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Komunikasi yang baik dapat terjadi apabila aparat pelaksana kebijakan mengetahui apa yang akan dikerjakan.  Pengetahuan dan  pemahaman terhadap pekerjaan yang akan dilakukan dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik. Komunikasi diperlukan agar aparat pelaksana kebijakan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang dilaksanakan (Edwards III, 1984). Disamping komunikasi yang terjadi di tingkat aparat pelaksana, komunikasi terjadi pula pada tingkat kelompok tani. Dari hasil pengamatan, ketua kelompok tani sebagai koordinator dan penanggungjawab kelompok dituntut untuk mampu menyampaikan aturan dan petunjuk teknis yang telah diterimanya dari petugas teknis, petugas medis dan satgas kepada seluruh anggota kelompoknya. Dalam hal ini terjadi komunikasi   dua arah yaitu komunikasi antara ketua kelompok tani dengan anggota kelompoknya dan sebaliknya. Apabila terjadi persoalan yang menyangkut masalah lainnya di dalam kelompok tani, maka peran seorang ketua kelompok sangat menentukan.

2.2.2.     Faktor eksternal (faktor-faktor di luar usahatani), antara lain :
Sarana transportasi dalam usahatani tentu saja sangat membantu dan mempengaruhi keberhasilan usahatani, misalnya dalam proses pengangkutan saprodi dan alat-alat pertanian, begitu juga dengan distribusi hasil pertanian ke wilayah-wilayah tujuan pemasaran hasil tersebut, tanpa adanya transportasi maka proses pengangkutan dan distribusi akan mengalami kesulitan.
Begitu pula dengan ketersediaan sarana komunikasi, pentingnya interaksi sosial dan komunikasi baik antara petani dan petani, petani dan kelembagaan, serta petani dan masyarakat diantaranya dapat meningkatkan kualitas SDM petani, mengembangkan pola kemitraan, mengembangkan kelompok tani melalui peningkatan kemampuan dari aspek budidaya dan aspek agribisnis secaa keseluruhan, memperkuat dan melakukan pembinaan terhadap seluruh komponen termasuk petani melalui peningkatan fasilitas, kerja sama dengan swasta, pelayanan kredit dan pelatihan. Jika sarana komunikasi dalam berusahatani kurang mencukupi maka perkembangan usahatani dan petani yang menjalankan kurang maksimal karena ruang lingkup interaksi sosialnya sempit.
Harga hasil produksi usahatani mempengaruhi keuntungan yang didapat, semakin tinggi hasil produksi dan semakin mahal harganya maka keuntungan dari usahatani pun semakin tinggi pula, namun harga saprodi juga mempengaruhi penerimaan hasil secara keseluruhan Karena harga saprodi merupakan modal utama dalam berusahatani entah itu harga alat-alat pertanian, bahan-bahan utama seperti benih, bibit, pupuk, dan obat-obatan dan sebagainya. Maka perhitungan, analisis dan pengelolaan/pengalokasian dana yang baik akan mempengaruhi hasil yang didapat dalam berushatani.
Kredit adalah modal pertanian yang yang diperoleh dari pinjaman. Pentingnya peranan kredit disebabkan oleh kenyataan bahwa secara relatif memang modal merupakan faktor produksi non-alami (buatan manusia) yang persediannya masih sangat terbatas terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Lebih-lebih karena kemungkinan yang sangat kecil untuk memperluas tanah pertanian.
Perlunya fasilitas kredit :       
* Pemberian kredit usahatani dengan bunga yang ringan perlu untuk memungkinkan petani melakukan inovasi-inovasi dalam usahataninya.
*  Kredit itu harus bersifat kredit dinamis yang mendorong petani untuk menggunakan secara produktif dengan bimbingan dan pengawasan yang teliti.
*  Kredit yang diberikan selain merupakan bantuan modal juga merupakan perangsang untuk menerima petunjuk-petunjuk dan bersedia berpartisipasi dalam program peningkatan produksi
*  Kredit pertanian yang diberikan kepada petani tidak perlu hanya terbatas pada kredit usahatani yang langsung diberikan bagi produksi pertanian tetapi harus pula mencakup kredit-kredit untuk kebutuhan rumah tangga (kredit konsumsi).
Dengan adanya fasilitas kredit dari pemerintah kepada para petani maka diharapkan usahatani dapat terus dilakukan dan dikembangkan tanpa adanya kesulitan modal tapi dengan kredit bunga ringan.
Penyuluh memberikan jalan kepada petani untuk mendapatkan kebutuhan informasi tentang cara bertani atau teknologi baru untuk meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraannya. Selain itu, penyuluh juga memberikan pendidikan dan bimbingan yang kontinyu kepada petani.
Dalam proses peningkatan teknologi dan penyebaran inovasi pada masyarakat, penyuluh berfungsi sebagai pemrakarsa yang tugas utamanya membawa gagasan-gagasan baru. Beberapa peranan yang harus dilakukan penyuluh agar proses peningkatan teknologi dan penyebaran inovasi dapat berjalan efektif adalah :
a)      Menumbuhkan kebutuhan untuk berubah.
b)      Membangun hubungan untuk perubahan. Hubungan ini tentunya harus terbina diantara sasaran perubahan (klien) dan penyuluh.
c)      Diagnosa dan penjelasan masalah yang dihadapi oleh klien. Gejala-gejala dari masalah yang dihadapi haruslah diketahui dan dirumuskan menjadi maslah bersama sasaran perubahan.
d)     Mencari alterntif pemecahan masalah. Selain itu tujuan dari perubahan harus juga ditetapkan dan tekad untuk bertindak harus ditumbuhkan.
e)      Mengorganisasikan dan menggerakkan masyarakat ke arah perubahan.
f)       Perluasan dan pemantapan perubahan.
g)      Memutuskan hubungan antara klien dan penyuluh untuk perubahan itu. Hal itu diperlukan untuk mencegah timbulnya sikap kertergantungan masyarakat pada penyuluh
Penyuluh disini bersifat membantu agar kebutuhan informasi yang berhubungan dengan pertanian dapat tesalurkan dengan baik ke petani-petani, serta untuk meningkatkan teknologi dan inovasi petani tradisional menjadi lebih modern.
Menurut Soekartawi (2002), untuk mendukung keberhasilan pengembangan dan pembangunan petani, aspek yang akan berperan adalah :
Bila uraian tersebut di atas dikaji/ditelaah lebih mendalam, maka keberhasilan usahatani tidak terlepas dari :
1. Syarat mutlak (syarat pokok pembangunan pertanian), yang terdiri dari :
2. Faktor pelancar pembangunan pertanian, yang terdiri dari :

2.3       Masalah dalam Usaha Tani dan Solusinya
1.      Biaya modal usaha relatif tinggi.
Modal usaha petani untuk tanaman pangan diketahui relatif sangat terbatas. Keterbatasan modal tersebut menyebabkan petani meminjam modal kepada rentenir, bank rontok (pelepas uang) dan pengijon. Petani tidak mempunyai akses kepada lembaga keuangan baik lembaga formal maupun non formal. Lembaga keuangan non formal pedesaan seperti koperasi tani, koperasi simpan pinjam, dan sebagainya masih belum ada. Lembaga keuangan formal yang memberikan skim kredit pertanian kepada petani juga belum ada. Keadaan tersebut dengan terpaksa petani harus mengambil kredit kepada rentenir dan pelepas uang untuk modal usahataninya meskipun dengan bunga yang tinggi.  Akibatnya biaya modal usaha relatif tinggi.
Salah satu solusi masalah tersebut adalah  membangun kelembagaan non formal dari kelompok yang sudah ada  dengan kesepakatan atau sebagai dasar untuk mengikat para petani untuk andil dalam pengembangan modal usaha.
Secara umum petani tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan pilihan usahatani pangan yang menguntungkan. Hal tersebut disebabkan karena ketersediaan informasi alternatif usahatani tanaman pangan yang menguntungkan relatif terbatas. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh  kemampuan petani, informasi inovasi dan perencanaan pola tanam pada usahatani tanaman pangan yang lemah. Peluang pengembangan tanaman pangan dengan memanfaatkan sumberdaya air hujan yang terbatas melalui penerapan pola tanam belum dimanfaatkan petani. Akibatnya strategi ketahanan pangan rumahtangga petani sangat lemah.
Solusi menghadapi permasalaha tersebuut yaitu dengan membangun lembaga pendataan bisnis pertanian di pedesaan sehingga dengan adanya lembaga ini dapat menyiapkan segala informasi yang dibutuhkan oleh petani.
Kemampuan petani untuk mengakses lembaga keuangan formal sangat terbatas. Hal ini disebabkan prosedur yang sulit dan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki petani sehingga tidak ada jaminan yang dapat digunakan sebagai agunan untuk meminjam uang di bank. Selain itu kepercayaan bank kepada petani relatif rendah. Hal ini disebabkan adanya sebagian petani yang menganggap apabila diberi pinjaman pemerintah maka pinjaman tersebut dianggap sebagai pemberian yang tidak harus dikembalikan.
3.3.1    Faktor-Faktor Hambatan Ekonomi Petani    
         Di dunia usaha pertanian mendapatkan setidaknya ada 2 permasalahan umum yang menjadi faktor penghambat petani untuk berkembang dalam peningkatan kesejahteraan mereka sehingga dibutuhkan kelembagaan diantaranya adalah:

       1.    Lemahnya bantuan dalam permodalan
      Masalah permodalan bagi petani di Indonesia sampai saat ini merupakan masalah klasik yang sepertinya tak kunjung selesai. Atmosfir bisnis yang diciptikan pemerintah dan perbankan tidak bersahabat dengan bisnis pertanian. Meski berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan bantuan modal, namun upaya itu tidak sepenuhnya dapat mengatasi kesulitan modal bagi petani. Di sektor perbankan juga tidak memberikan kontribusi yang begitu berarti kepada para petani kita.
Hal ini ditunjukkan dengan rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengajuan kredit, tingginya suku bunga, informasi yang masih sukar dijangkau, panjangnya birokrasi, kurangnya penyuluhan dari pemerintah serta persyaratan agunan yang dinilai memberatkan petani. Sehingga hal ini berdampak pada lemahnya posisi tawar para petani dan pembangunan dibidang pertanian semakin sulit untuk diwujudkan. Akibatnya para petani lebih memilih untuk meminjam modal kepada pelepas uang yang tidak resmi karena pencairan dana yang cepat seperti tengkulak. Disinilah para petani menjadi tertekan dan semakin tidak “merdeka” karena petani akan didikte oleh para tengkulak.
     
      2.    Lemahnya posisi tawar petani
          Menurut Branson dan Douglas (1983), lemahnya posisi tawar petani umumnya disebabkan petani kurang mendapatkan/memiliki akses pasar, informasi pasar dan permodalan yang kurang memadai. Permasalahan ini merupakan buntut dari permasalahan permodalan. Ketika petani meminjam modal kepada oknum tengkulak maka petani tersebut akan “diboikot” oleh tengkulak agar tidak memasarkan produknya ke pasar lain. Akibatnya petani tidak leluasa untuk memasarkan produknya dan sangat tergantung oleh tengkulak tersebut terlebih lagi harga produknya 100% ditentukan oleh tengkulak tersebut.
          Peningkatan produktifitas bukan lagi menjadi jaminan kepada petani akan mendapatkan keuntungan yang berlebih dengan didiktenyaoleh satu tengkulak. Akibatnya, petani menjadi tidak bergairah lagi untuk berusaha tani dan lebih memilih untuk menjadi buruh tani. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kekuatan kolektif pada petani agar terciptanya keadilan pendapatan antara pelaku on-farm dengan pelaku di hulu maupun di hilir.
Peningkatan kesejahteraan petani dengan adanya kesetaraan pendapatan antara petani pengusahan di on-farm dengan para pelaku lain di hulu maupun hilir dapat dilakukan apabila petani bersatu menghimpun kekuatan dan tidak berjuang sendiri-sendiri. Penghimpunan kekuatan dilakukan melalui seuatu kelembagaan yang dapat menyalurkan aspirasi-aspirasi mereka. Lembaga ini hanya dapat berperan optimal apabila penumbuhan dan pengembangannya dikendalikan sepenuhnya oleh petani sehingga petani harus menjadi subjek dalam proses tersebut (Jamal, 2008).
         
Tujuan utama dari suatu kelembagaan di petani adalah untuk meningkatkan posisi tawar petani dalam menghadapi persoalan ekonomi. Jika diambil dari pokok permasalahan, permasalahan ekonomi pada petani secara garis besar adalah persoalan permodalan dan permasalahan dalam pemasaran produk. Persoalan ini sult diselesaikan karena mayoritas petani Indonesia adalah petani kecil yang berpencar-pencar sehingga tidak memiliki kekuatan.


Saran :
            mengingat kondisi petani dan kelompok tani belum sesuai dengan harapan, maka dalam rangka pemberdayaan kelompok petani, pemerintah harus mengembangkan metode-metode pembinaan, gagasan-gagasan dan memberikan modal untuk kelompok usahatani , supaya tercapainya landasan yang kuat bagi petani untuk berswadaya.


DAFTAR PUSTAKA

Fadholi, Hermanto. 1981. Bahan Bacaan Pengantar Ekonomi Pertanian. Bogor : Pendidikan Guru Kejuruan Pertanian Fakultas Politeknik Pertanian Bogor
Kasryno, Faisal. 1984. Prospek Pengembangan Ekonomi Pedesaan Indonesia.Jakarta : Yayaysan Obor Indonesia.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Tjiptoherijanto, Prijono, 1996. Sumber Daya Manusia dalam Pembangunan Nasional. Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI
Yuswita, Effy. Dkk. 2010. Modul 2 Kuliah Usahatani. Malang : Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Pertanian